Leading With Compassion - Taufiq Amir
493
post-template-default,single,single-post,postid-493,single-format-standard,bridge-core-2.7.2,qode-page-transition-enabled,ajax_fade,page_not_loaded,,qode-theme-ver-25.7,qode-theme-bridge,disabled_footer_top,qode_header_in_grid,wpb-js-composer js-comp-ver-6.6.0,vc_responsive

Leading With Compassion

Leading With Compassion

compassion_teamBila compassion mendorong seseorang untuk prihatin atas penderitaan orang lain dan berkeinginan membantunya mengurangi penderitaan itu, maka sangat masuk akal ia dapat membuat kepemimpinan menjadi efektif. Chade-Meng Tan*) menunjukkan potensi hubungan kesuksesan leadership dengan compassion. Merujuk ke Thumpten, seorang scholar dari Standford yang pernah menjadi penerjemah Dalai Lama, compassion terdiri dari tiga komponen utama: 1) Affective: ?I feel for you?, 2) Cognitive ?I understand you?, 3) Motivational ?I want to help you?.

Meng mengaitkan 3 kategori compassion Thumpten ini dengan banyak penelitian kepemimpinan. Misalnya, penelitian tentang authentic leadership, dimana pemimpin yang sukses mengajak bawahannya melakukan transformasi, adalah pemimpin yang menekankan ?WE? daripada ?I?. Artinya yang sangat menekankan kebersamaan. Juga tentang penelitian efektivitas tim kerja. Dimana salah satu faktor yang menjadi sumber kegagalan sebuah tim kerja adalah ?Absence of trust?- ketiadaan kepercayaan antar anggota. Tanpa ini, berbagai disfungsi dalam tim, seperti adanya kekhawatiran atas konflik, kurangnya komitmen, menghindari rasa tanggung jawab akan terjadi.

Selain sejalan dengan authentic leadership, pemimpin yang compassion juga konsisten dengan kategori ?Level 5 leadership? yang digagas Jim Collins (2001). Level 5 leadership lebih dari sekadar pemimpin yang efektif. Mereka berkemampuan dan berambisi besar untuk pencapaian kinerja unggul perusahaan, tapi di saat yang sama mereka humble: mereka juga punya ambisi untuk sesuatu yang lebih luas dari itu; untuk greater good, kemaslahatan orang banyak. Jadi yang mereka urus bukan saja diri sendiri atau perusahaan, tapi juga orang lain, dan tentu saja itu termasuk bawahan atau tim kerjanya.

Meng mengatakan bahwa elemen afektif dan kognitif relevan dengan keinginan untuk tetap humble dan memperhatikan kondisi orang lain. Leader yang seperti ini tidak ingin bawahannya ?stuck? dalam kariernya. Ia sangat perhatian untuk mendorong semua orang di organisasi untuk maju. Tidak ada ilmu yang disembunyikannya, tidak ada peluang untuk tumbuh yang di tutup-tutupinya. Di sisi lain, leader yang compassion juga berambisi kuat agar keberhasilan perusahaan tidak berdampak buruk pada masyarakat luas atau pada lingkungan.

Kata orang, jika kita ingin dicintai, maka mencintailah. Kalau seorang pemimpin mempraktekkan compassion leadership, bawahan mana yang tidak mau ikuti arahannya? Siapa juga yang tidak ingin mendukung upaya memberikan greater good?

Anda mau menjadi leader seperti ini?

 

*)Tan, C.M., (2012). Search Inside Yourself: The Unexpected Path to Achieving Success, Happiness (and World Peace): HarperOne