Compassion dan kapabilitas bekerjasama *) - Taufiq Amir
514
post-template-default,single,single-post,postid-514,single-format-standard,bridge-core-2.7.2,qode-page-transition-enabled,ajax_fade,page_not_loaded,,qode-theme-ver-25.7,qode-theme-bridge,disabled_footer_top,qode_header_in_grid,wpb-js-composer js-comp-ver-6.6.0,vc_responsive

Compassion dan kapabilitas bekerjasama *)

Compassion dan kapabilitas bekerjasama *)

cooperationKapabilitas bekerjasama dalam organisasi (Organizational Capability for Cooperation) adalah kemampuan organisasi untuk meningkatkan kompetensi karyawan untuk saling bekerja sama.? Yang dimaksud bekerjasama di sini adalah tindakan sukarela untuk saling berkontribusi pada satu hal demi manfaat organisasi.? Bukan social loafing, bekerja dalam tim, tapi dengan hasil yang lebih rendah dari seharusnya (dibanding dengan kumulatif hasil yang diharapkan dari setiap anggota tim). Bukan juga free riding, karyawan ikut bekerjasama, tapi cenderung hanya mengambil untungnya atau hanya mau enaknya (bayangkan mahasiswa yang hanya ?titip nama? pada tugas kelompoknya). Kemampuan kerjasama seharusnya untuk kepentingan organisasi; membawa perubahan dan kinerja positif di masa depan.

Wujud dari kapabilitas kerja sama yang baik ini bisa dalam bentuk kemitraan yang saling menguntungkan dengan pihak luar organisasi. Juga secara internal, mengintegrasikan pekerjaan antar departement, tim atau antar karyawan yang barangkali punya kompetensi yang berbeda-beda tapi saling menguatkan. Compassion akan memfasilitasi semua ini karena karyawan akan saling peduli, perhatian dan membantu.

Selain karena menghasilkan ?resources ? dalam bentuk trust dan hubungan bermutu tinggi, compassion memberikan 2 pilar lain untuk peningkatan kapabilitas bekerja sama. Pilar-pilar itu adalah: 1)Memperkuat nilai2 dan keyakinan yang dianut organisasi, 2)Mengembangkan kemampuan dalam berhubungan. Tindakan compassion bisa memperkuat nilai-nilai dan keyakinan yang karena ia secara simbolik menegaskan nilai-nilai dalam menghargai saling menghormati martabat karyawan. Juga, compassion? menegaskan penerapan kebajikan, bukti komitmen karyawan merasa memiliki satu sama lain. Ketika ada karyawan yang membantu meringankan masalah rekan kerjanya, karyawan itu menunjukkan ia berpusat pada ?other interest? bukan melulu pada ?self-interest? yang pada gilirannya memperkuat rajutan sosial di organisasi. Tindakan-tindakan berupa kebajikan yang kecil-kecil pun bisa mendemontrasikan betapa indahnya compassion. Ini akan mengingatkan para karyawan bahwa mereka pun bisa mencoba mengandalkan rekan-rekannya bila suatu saat mengalami kesulitan.

Bertindak compassion, atau menyaksikan orang lain yang compassionate, – seperti sebuah latihan untuk skill (know-how) yang lain. Ia akan membangkitkan dan memperdalam compassion seseorang. Skill lain yang sekaligus akan terbangun adalah kemampuan untuk merasakan kondisi emosi orang lain, dan juga kemampuan untuk menyesuaikan emosi sendiri (masih ingat dengan Emotional intelligent Daniel Goleman ?). Dua hal ini bisa berujung pada perilaku yang menginginkan orang lain sukses; sebuah kecakapan yang penting untuk memimpin dan bekerja sama dalam tim. Ia akan membangun kesadaran atas interest orang lain, yang enabling orang lain untuk sukses dalam berbagai urusan. Bayangkan bila setiap orang perhatian seperti ini dalam sebuah tim: kemampuan bekerjasama yang tinggi dan juga kemampuan memberdayakan sesama. Tak heran kalau Dalai Lama pernah mengatakan:

?A mind committed to compassion is like an overflowing reservoir ? constant sources of energy, determination and kindness?

 

*) Di sadur dari artikel: Dutton, J., Lilius, J., & Kanov, J. (2007). The transformative potential of compassion at work. In S. K. Piderit, R. E. Fry & D. L. Cooperrider (Eds.), Handbook of Transformative cooperation: New designs and dynamics (pp. 107-126). Stanford, CA: Stanford Business Books.