"Mirror neurons" dan "Compassion" - Taufiq Amir
537
post-template-default,single,single-post,postid-537,single-format-standard,bridge-core-2.7.2,qode-page-transition-enabled,ajax_fade,page_not_loaded,,no_animation_on_touch,qode-theme-ver-25.7,qode-theme-bridge,disabled_footer_top,qode_header_in_grid,wpb-js-composer js-comp-ver-6.6.0,vc_responsive

“Mirror neurons” dan “Compassion”

“Mirror neurons” dan “Compassion”

neoronsSikap dan tindakan berbuat kebajikan serta penuh welas asih (compassion) dapat menular. Semakin banyak orang melakukannya di tempat anda bekerja, maka semakin cepat pula ia menular. Salah satu penjelasan yang mungkin untuk hal ini adalah karena ada syaraf di bagian tertentu di otak kita yang bekerja aktif ketika kita melihat orang melakukan sebuah tindakan dan terlihat ada keinginan, niat serta tujuan tertentu dari tindakan itu. Bila anda melihat seseorang ingin mengambil gelas kopi cappuccinonya dan ingin menyeruputnya, mirror neurons dalam otak anda akan aktif. Anda pun merasa ingin menikmati kopi juga. Kalau dalam dunia psikologi, bagian syaraf ini disebut ?mirror neurons? *).

Penelitian tentang mirror neurons ini mengungkapkan banyak hal tentang hubungan sosial, termasuk bagaimana orang ber welas asih terhadap sesama. Bila kita melihat orang lain melakukan tindakan yang baik, sebenarnya ada bagian tertentu dari syaraf orang itu yang bekerja. Saat itu, bagian yang sama pula pada kita juga bekerja saat kita mendengar, menyaksikannya. Kita pun terdorong untuk melakukan hal yang sama.

Inilah yang terjadi ketika kita mendengar atau mengetahui orang-orang dekat yang kita sayangi mengalami penderitan tertentu. Kita bisa merasakan hal yang sama atas penderitaan orang lain karena peran dari mirror neurons. Tanpa mengalami imput input yang sama pada panca indra kita, ?kita juga bisa merasakannya pengalaman afektif yang serupa. Otak kita, ?dari sononya (by designed), memang diciptakan untuk berempati dan compassion, setidaknya untuk orang yang kita kasihi. Merasakan derita orang yang kita sayangi, membuat kita terdorong untuk mengurangi atau menghilangkan rasa sakit tersebut. Kita ingin membantunya.

Penelitian mirror-neorons ini besar implikasi praktisnya bila kita ingin menyebarluaskan budaya compassion di organisasi. Ketika compassion hadir sebagai emosi dan perilaku yang dominan, ia akan dapat menjadi riak dan dorongan kepada pihak-pihak lain untuk beresonansi dengan emosi dan perilaku serupa. Khusus bagi pemimpin, perhatian untuk lebih menunjukkan lagi emosi dan perilaku compassion menjadi penting. Apa pun yang ditunjukkannya akan segera mengalir dan memberi efek pada orang lain karena perhatian sering tercurah pada pemimpin. Jadi, tunjukkanlah lebih aktif dan sering, bahwa anda orang yang penuh welas asih. Bukan saja ini akan melatih ?otot compassion? anda dan memperkuat kebiasaan mental untuk berbuat baik kepada orang lain.

Cara melatihnya? Klik di sini

 

*) Rizzolatti, G., & Fabbri-Destro, M. (2010). Mirror neurons: from discovery to autism. Experimental Brain Research, 200(3-4), 223-237.