Kekurangan diungkap, hubungan tetap mantap - Taufiq Amir
91
post-template-default,single,single-post,postid-91,single-format-standard,bridge-core-2.7.2,qode-page-transition-enabled,ajax_fade,page_not_loaded,,qode-theme-ver-25.7,qode-theme-bridge,disabled_footer_top,qode_header_in_grid,wpb-js-composer js-comp-ver-6.6.0,vc_responsive

Kekurangan diungkap, hubungan tetap mantap

Kekurangan diungkap, hubungan tetap mantap

Communication Task ForceBerkomunikasi selalu terasa mudah bila yang kita sampaikan hal-hal yang baik. Kalau yang kita ekspresikan terkait dengan keberhasilan atau kelancaran pekerjaan. Juga untuk hal yang berhubungan dengan kelebihan, kegembiraan atau kemenangan lawan komunikasi kita. Namun faktanya, dalam dunia kerja, kita tidak melulu menghadapi orang dengan situasi yang positif. Kesalahan-kesalahan bisa terjadi, kecerobohan mungkin dilakukan. Di situasi seperti ini yang kita sampaikan bukan apresiasi, tanda setuju atau pujian. Melainkan koreksi, kritik atau umpan balik yang bernada negatif. Kekurangan yang terjadi perlu diungkap kesalahan harus diluruskan. Nah, ini baru sulit. Seperti apa sebaiknya kita berkomunikasi untuk situasi-situasi seperti ini?

Supportive communication, adalah salah satu cara nya. Disebut supportive karena sembari menyampaikan satu masalah atau hal yang tidak mengenakkan lawan bicara, ia sekaligus diharapkan bisa mempertahankan hubungan baik yang ada (Cameron, 2008). Malah, syukur2 ia dapat membangun dan memperkuat hubungan itu. Dalam tulisan ini, kita akan membahas salah satu cara berkomunikasi suportif yaitu membuat pernyataan yang deskriptif alih-alih yang evaluatif. Dimana kelebihan yang pertama dibandingkan yang kedua?

Komunikasi yang evaluatif cenderung menilai dan memberikan label pada lawan komunikasi kita atau pada perilakunya. Jadi, kalau yang keluar dari mulut kita kalimat seperti ?Kamu sih salah ??, ?Ya kamu sih nggak bisa ??, atau yang lebih kasar seperti ?Duh nggak ada gunanya deh, kamu ??, kita sedang evaluatif. Kata Peter Frost (2003), ini kalimat-kalimat racun. Bisa di bayangkan apa yang akan dirasakan lawan komunikasi kita? Merasa seperti direndahkan, tidak dihargai, bahkan mungkin diinjak-injak. Yang jelas terganggu dan responnya mungkin akan defensif. Komunikasi evaluatif ini kemungkinan akan membuat hubungan anda dengan lawan komunikasi, ibarat kayu akan melapuk. Ibarat besi, ia seperti karatan dan lama kelamaan remuk.

Lain ceritanya kalau komunikasi yang digunakan bersifat deskriptif. Cara ini memungkinkan lawan komunikasi kita menerima, walau yang kita sampaikan sesuatu yang negatif. Kesan lebih tulus dan bersifat menolong dari kita akan muncul. Ini karena pertama, gambarkan kejadian yang kita sampaikan bersifat objektif. Fokusnya pada perilaku, tindakan, kejadian bukan pada pribadi lawan komunikasi. Apalagi kalau disampaikan dengan kalem, tanpa melibatkan emosionil dan perasaan tertentu. Bila gambaran ini hal yang memang valid, kemudian bisa dikontrol lawan komunikasi maka ia akan bisa menerima sebagai fakta, bukan hanya pendapat subjektif kita. Lawan komunikasi akan mendapatkan kesan tulus dan malah ingin menolong dari kita.

Kedua, komunikasi deskriptif mengungkapkan konsekuensi dari perilaku atau tindakan. Bukan penyebab, tapi reaksi atau konsekuensi dari perilaku atau tindakan yang dilakukan. Seperti misalnya ungkapan, ?coba lihat, target kita jadi tidak tercapai kan?? yang tidak bersifat menuduh. Pembicaraan bisa kita arahkan ke pemecahan masalah daripada upaya memojokkan lawan komunikasi. Kita bisa membincangkan alternatif solusi yang mungkin atas masalah, bukan soal pribadi. Ini pada akhirnya dapat menyelematkan muka si lawan komunikasi dan ia terhindar dari merasa dikritik secara pribadi. Self-esteem nya pun tidak terusik, karena yang kita sampaikankan modifikasinya bukan orang atau pribadinya.

Tidak sulit untuk menyampaikan, mengomentari hal-hal yang baik-baik dari lawan komunikasi kita. Masalahnya, kadang-kadang kita pun perlu bersuara saat hal yang tidak enak harus dikuak. Komunikasi suportif dengan menonjolkan deskripsi, bukan evaluasi berpeluang mempertahankan hubungan baik, malah mungkin memantapkannya. Bahkan ketika keburukan kita ungkapkan.