Peran Resiliency, dan keyakinan pengusaha membuka bisnis - Taufiq Amir
93
post-template-default,single,single-post,postid-93,single-format-standard,bridge-core-2.7.2,qode-page-transition-enabled,ajax_fade,page_not_loaded,,qode-theme-ver-25.7,qode-theme-bridge,disabled_footer_top,qode_header_in_grid,wpb-js-composer js-comp-ver-6.6.0,vc_responsive

Peran Resiliency, dan keyakinan pengusaha membuka bisnis

Peran Resiliency, dan keyakinan pengusaha membuka bisnis

resilienceKonon, dari semua pengusaha yang mencoba mendirikan bisnis, 2/3 nya gagal dalam upayanya pertama kali. Pengusaha mana yang kemudian mau mencoba untuk membuka bisnis lagi untuk yang keduakalinya dan kemudian berhasil? Hayward (2002) mencoba meneliti bahwa pengusaha yang mau kembali membuka bisnis adalah mereka yang memiliki kepercayaan yang tinggi. Tentu tidak sekadar itu modalnya, karena faktanya kalau?over-confidence, pengusaha ini bisa kebablasan dan gagal lagi. Justru penyebabnya di kesempatan pertama malah kepercayaan yang berlebihan tadi. Karena terlalu berlebihan, mereka jadi under-estimate dengan kondisi lingkungan. Ada saja yang terlewatkan dari sisi pasar, investor atau sistem kerja dalam internal organisasi.

Penelitian Hayward menunjukkan kepercayaan yang tinggi tadi, dimoderatori oleh tingkat resiliency tertentu. Ada empat istilah resiliency yang dikemukakannya, yaitu?Emotional Resiliency, Cognitive Resiliency, Social Resiliency?danFinancial resiliency. Menariknya pembahasan tentang resiliency di sini merujuk pada konsep-konsep?positive psychology, terutamaBroaden-built?theory dari Frederickson (1998, 2002).

Yang pertama, merujuk kepada bagaimana seseorang bangkit lagi dari suasana hati yang kecewa, sedih karena gagalnya bisnis pertama tadi. Ya, bagaimanapun, pasti manusiawi bila seseorang gagal ditengah antusiasme dan segala pengorbanan yang sudah dikeluarkan. Yang kedua, setelah bangkit tadi, seseorang masih memiliki energi dan antusiasme yang kemudian membentuk penilaian positif atas niat dan keputusan untuk membuka bisnis lagi. Niat dan pikiran ini mengalahkan keluhan-keluhan yang mencuat akibat kegagalan yang pertama. Sedangkan yang ketiga resiliens secara sosial terkait dengan dukungan yang diperoleh dari anggota tim yang terlibat di kesempatan pertama. Biasanya, ketika upaya pertama dilakukan pendiri tadi sudah memiliki tim tertentu. Tentu saja, tidak banyak orang yang mau ikut lagi, kalau upaya pertama gagal. Kecuali ada sesuatu yang mereka lihat dari si pendiri. Misalnya, kesungguhan dan optimismenya untuk mencoba keduakalinya. Dari pembelajaran yang dilakukan, si pendiri sudah bisa tahu pernak-pernik nya sehingga masalah-masalah yang ada diyakini tidak perlu terjadi lagi dalam kesempatan kedua. Keyakinan dan keseriusan ini akan menular kepada anggota tim, untuk sekali lagi terlibat. Bahkan, biasanya mereka juga hadir dengan keseriusan dan niat yang hampir sama kuatnya dengan si pendiri.

Sedangkan resiliensi secara finansial, terkait dengan bagaimana si pendiri akan mengupayakan urusan investasi dan keuangan untuk operasi dari bisnis keduanya. Kalau tidak mengupayakannya sendiri, tentu saja dengan bantuan investor. Menariknya, si pendiri ini bisa meyakinkan investor; selain karena pembelajaran tadi, biasanya si pendiri muncul dengan gagasan-gagasan yang baru, unik dan tidak mudah untuk ditiru pesaing.

Kesemua bentuk resiliency ini, emotional, cognitive, social dan financial dapat diterangkan keberhasilannya dengan konsep positive psychology. Untuk dua yang pertama broaden-built theory Frederickson, jelas bekerja. Orang yang berpikir positif, tidak berlama-lama dengan keluhannya. Ketimbang membuat down-ward spiral, perasaan kecewa yang berlarut, mereka mencoba disputing, menafikan, dan mencari landasan yang menjelaskan mereka tidak perlu kecewa. Pembelajarannya menjadi efektif, karena perspektifnya lebih terbuka. Dengan berpikiran terbuka, biasanya ?ada saja jalan yang muncul? untuk upaya berikutnya. Ini juga penjelasan mengapa pengusaha sering disebut melihat peluang di tengah ancaman. Pada saatnya, hal ini juga berdampak pada resiliensi sosial dan finanial tadi. Anggota tim (termasuk anggota yang baru), atau investor (termasuk investor yang baru), biasanya ?luluh? juga dan menjadi ikut yakin dengan gagasan-gagasan si pendiri. Nah, ketika konsumen, mereka yang akan membeli tawaran si pendiri juga ?match?, terjadilah penjualan, dan mulailah bisnis itu menggelinding ke arah yang lebih baik.

Dari sanalah biasanya tantangan, kesuksesan, tantangan,mengalir lagi, dan resiliency, sebagai salah satu bagian positive psychology, memainkan perannya.