Manfaat dulu, Tumbuh Kemudian - Taufiq Amir
1256
post-template-default,single,single-post,postid-1256,single-format-standard,bridge-core-2.7.2,qode-page-transition-enabled,ajax_fade,page_not_loaded,,qode-theme-ver-25.7,qode-theme-bridge,disabled_footer_top,qode_header_in_grid,wpb-js-composer js-comp-ver-6.6.0,vc_responsive

Manfaat dulu, Tumbuh Kemudian

Manfaat dulu, Tumbuh Kemudian

“Bukan kita mengejar pertumbuhan untuk memberikan manfaat – Tapi Karena bermanfaatlah kita tumbuh” Salman Subakat – CEO PT Paragon Technology Innovation

Kutipan diatas ditampilkan di satu slide oleh Salman Subakat, CEO Paragon Technology Innovation (PTI), perusahaan pemimpin pasar kosmetik di Indonesia yang salah satu mereknya Wardah. Prinsip itu jadi cerminan bagaimana pendiri dan pemimpin PTI ingin merealisasikan misi mereka menjadi bermanfaat bagi masyarakat. Slide ini menjawab rasa penasaran saya, mengapa PTI “rela” terlibat menyumbang ±Rp 40M untuk keperluan medis, mengatasi pandemik Covid-19 beberapa waktu lalu.  

Prinsip kebermanfaatan ini memang menarik, dan sudah lama jadi perhatian riset di bidang Positive Leadership, khususnya tentang dampak memiliki higher-purpose dan contribution goals. Higher-purpose adalah misi yang aspirasional dari organisasi, yang bertujuan memberi manfaat lebih dari diri sendiri, dandiyakini memberi efek tidak biasa bagi perusahaan. Untuk menjadi sukses, bisnis tidak perlu memisahkan antara “Do well” dan “do good”.  

Mengutamakan kebermanfaatan untuk kemudian menuai kinerja lalu bertumbuh sangat masuk akal, dan bukan suatu yang berlebihan. Berkomitmen pada higher purpose, dapat membuat karyawan memberikan pemaknaan baru yang dapat menginspirasi mereka. Karena menghasilkan makna baru, karyawan akan terdorong melakukan hal-hal baru pula, lebih berenergi, ingin lebih dalam belajar, dan memberikan konstribusi yang penuh kejutan. Mereka akan merasa pekerjaannya menjadi lebih signifikan, dan berkinerja yang baik akan terasa lebih memuaskan.

Mendahulukan kebermanfaatan, akan membentuk cara pandang untuk tidak mengutamakan self-interest. Bekerja secara optimalkan tidak lagi sekadar transaksional, karena ingin dapat ini dan itu, tapi tapi dirasa perlu oleh karyawan secara inheren. Perusahaan pun tidak perlu terlalu mengandalkan paket pengukuran kinerja dan kompensasi, karena efektifitasnya memang terbatas. Semakin banyak karyawan yang berkomitmen lebih dalam ke higher-purpose, akan menarik lebih banyak lagi orang-orang untuk bertindak baik secara kolektif. Pada saatnya ini akan menggiring simpati, perasaan baru, persepsi baru, dan memberikan identitas diri yang lebih positif pada lebih banyak karyawan.

Identitas diri, atau bagaimana seorang melabel dirinya, sangat berpengaruh pada cara pikir dan perilaku. Ini jadi penjelas berikutnya, mengapa Salman dan PTI dapat berharap kinerja perusahaan menjadi baik dengan mendahulukan kebermanfaatan. Identitas yang positif, akan memberi dampak ikutan dan berpotensi menular ke berbagai perilaku kerja yang baik. Ketika karyawan mengasosiasikan fitur-fitur atau atribut virtues (kebajikan) melekat pada dirinya, mereka berupaya menghindari pikiran dan tindakan merugikan organisasi.  Mereka akan mencoba lebih humanis, bijak, dan menjadikan karyawan berarti sebagai standar perilaku. Pendeknya, akan menular pada lebih banyak perilaku positif yang penting dalam menjalankan fungsinya.

Mendahulukan kebermanfaatan rupanya dapat membentuk kinerja yang tinggi, dan wajar bila berharap organisasi akan tumbuh. Pada saatnya, siklus kebaikan akan terjadi di sini. Dengan pertumbuhan, organisasi akan sehat secara finansial dan lebih leluasa untuk menyalurkan hasrat kebermanfaatannya. 

Menutup sesi pesentasinya di Webinar tadi, Salman berharap ada lebih banyak lagi perusahaan-perusahaan dengan cara pandang seperti PTI di Indonesia. Saya, yang waktu itu satu “panggung” dengan Salman, juga berharap sama. Siapa yang tidak ingin, kalau efeknya memang terasa? Perusahaan anda mau ikutan?