"Thank-you" yang membahagiakan - Taufiq Amir
956
post-template-default,single,single-post,postid-956,single-format-standard,bridge-core-2.7.2,qode-page-transition-enabled,ajax_fade,page_not_loaded,,qode-theme-ver-25.7,qode-theme-bridge,disabled_footer_top,qode_header_in_grid,wpb-js-composer js-comp-ver-6.6.0,vc_responsive

“Thank-you” yang membahagiakan

“Thank-you” yang membahagiakan

josef thanksSenang sekali dapat inspirasi dari seorang Josef Bataona, Human Resources Director PT Indofood Sukses Makmur, Tbk. Bulan lalu, di Universitas Bakrie, beliau memberikan ceramah dengan tema “Inspiring HR professional”, sekaligus mengaitkannya dengan karyanya yang baru terbit “Kisah Rp 10,000 yang mengubah hidupku”. Satu diantara slide presentasi yang saya suka adalah slide penutupnya, tentang ucapan terima kasih. Slide itu menggunakan lukisan krayon kata “thank-you” (lihat gambar). Beliau mengaku menggunakannya slide itu di akhir semua presentasinya. Apa pasal?

Kembali dari sebuah perjalanan ke Lampung, Josef sengaja membawa oleh-oleh kerupuk untuk seorang putri direktur keuangan perusahaannya. Ia teringat cerita rekannya ini, bahwa putrinya menyukai kerupuk. Lukisan itu adalah tanda terima kasih sang anak tadi pada Josef, dan Josef mengaku sangat terkesan dengan pemberian itu. Dia menganggap, anak itu begitu sadar akan sentuhan personil dalam menyampaikan rasa terima kasih. Kedua, menurut Josef anak itu mengajarkan betapa kita punya banyak pilihan untuk mengungkapkan terimakasih. Ingin saya ulas cerita sederhana ini dengan dua aspek psikologi positif.

Pertama, Josef mempraktekkan dengan baik konsep “take in the good”, dimana kita memberi penguatan atas hal-hal baik yang kita alami, meski itu hal yang kecil *. Banyak kejadian baik terjadi pada kita sehari-hari tapi jarang kita berikan perhatian. Karena subtle nya pengalaman tersebut, maka hal-hal baik itu hanya hadir sebagai fakta yang melintas saja, bukan sebagai sesuatu yang kita alami dan rasakan sungguh-sungguh. Banyak yang lupa, kebahagian dalam kesehariaan kita ditentukan oleh hal-hal kecil seperti ini (baca: Happiness (at work) is frequency). Seperti misalnya kita sering luput merasakan nikmat pagi yang cerah, karena kita anggap itu suatu yang “normal”. Dengan melakukan “take in the good” lah, Josef mengaku pemberian gambar terima kasih itu “memberikan efek emosional luar biasa” bagi dirinya.

Berperilaku take in the good juga memperteguh kebiasaan Josef untuk mengapresiasi atas kebaikan-kebaikan yang diterimanya. Pada saatnya ini akan membentuk sikap dan perilaku yang sama, dimana dorongan untuk berterima-kasih pun akan menjadi kebiasaan. Saya tidak heran, ia dikenal sebagai dierektur yang “royal” dengan apresiasi dengan sentuhan personal, ketika tahu ada pihak yang pantas mendapatkannya. Banyak sekali karyawannya yang terkesan dengan sifat Josef ini. Mulai dari Satpam, karyawan pabrik, sampai dengan para staf dan manajer mengenal baik perilaku Josef ini. Perilaku yang diaplikasikannya pula secara organisasi – terinstitusionalisasi – lewat berbagai kebijakan dan manajemen reward perusahaan. Josef lakukan ini di Unilever, Bank Danamon tempat ia pernah berkarier dan juga sekarang di Indofood.

Penjelasan psikologi positif lainnya adalah konsep yang disebut capitalization, yakni proses seseorang menginformasikan ke orang lain tentang kejadian positif yang dialaminya dan sekaligus memperoleh manfaat tambahan dari hal tersebut **. Ini berkaitan dengan kecakapan seseorang dalam mengecap lebih intens efek baik yang dia alami. Banyak penelitian yang menemukan, semakin seseorang mempertahankan pengalaman baik yang dialaminya, semakin dia sehat dan bahagia, serta meningkatkan mutu hubungannya dengan pihak yang terlibat. Pilihan Josef untuk menyampaikan cerita bagaimana anak atasannya tersebut berterima kasih, menjadikan lukisannya pada slide presentasinya sebagai apresiasi, akan mempertahankan dan memperpanjang pengalaman baiknya. Jadi, pengalaman baik yang ia rasakan ketika pertama kali menerima lukisan itu, akan diulanginya terus setiap menutup presentasi. Dari sisi emosi, ini seperti latihan yang akan memperteguh emosi positifnya, membuatnya lebih sensitif akan perlunya berterima kasih, dan cenderung mengapresiasi kejadian baik apa saja yang dialaminya.

Kelihatannya sederhana, tapi kita tahu, bila mengapresiasi ini menjadi sebuah kecenderungan, dampaknya sangat mungkin menjadi istimewa dan – jangan lupa – bisa bikin bahagia. Anda juga mau?

Referensi

*Hanson, R. (2013), Hardwiring happiness: The new brain science of contentment, calm, and confidence. Harmony

** Gable, S. L., Reis, H.T., Impett, E. A., Asher, E. R., (2004), What do you do when things go right? The Intrapersonal and interpersonal benefits of sharing positive events, Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 87, No. 2, 228–245